“Menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilu
kada) menuju Riau1 putaran kedua. Calon Gubernur (Cagub) dan Wakil gubernur
(Wagub) berlomba-lomba melakukan kampanye. Tapi ada satu tradisi yang tak bisa
di tinggalkan dalam pesta demokrasi ini.
Tradisi ini dalam bentuk baliho dan sepanduk yang memuat foto-foto
narsis cagub dan wagub tersebu, di
pasang di pingir jalan......”
Hampir di setiap ruas jalan yang ada kabupaten dan kota di provinsi ini. Terpampang
foto –foto narsis calon cubernur dan wakil gubernur untuk menuJu Riau 1. Dengan Senyum “nakal” penuh arti. Foto-foto
tersebut menyapa setiap pengguna yang melintas di jalan itu. Sepintas foto-foto
calon gubernur ini bagaikan artis jalanan. Yang menjamur menjelang pemilukada. Dengan “secuil”
selogan mereka obral janji kepada masyarakat
dinegri ini. Mungkin ini sudah tradisi
politikus terdahulu..! Yang terus diwarisi dari generasi kegenerasi politiknya
.
Entah sampai kapanlah
tabiat-tabiat politik semacam ini berakhir...?.
Miliyaran rupiah habis
terkuras untuk hal seremeh temeh ini. Pada hal, disetiap pelosok negri ini
masyarakat antrian. Hanya untuk mengambil BLSM. Berapa banyak anak anak yang
tinggal di pelosok negri ini tak mengenyam pendidikan. Ada jutaan masyarakat
miskin tak memiliki rumah layak huni. Ini menandakan angka kemiskinan di riau
masih tinggi. Menurut data dari badan pusat statistik jumlah penduduk miskin di
Riau pada maret 2013 ada sekitar 469,28
ribu jiwa (7,72 persen dari jumlah penduduk yang terdaftar ).
Apakah politikus – politikus
tersebut tak “berpikir”..?. Jika seandainya Duit –duit untuk biaya spanduk dan
sejenisnya itu mereka sumbangkan. Untuk kepentingan dan kemaslahatan umat .
Itu jauh lebih produktif dan bermanfaat. Tapi
tak ada nampaknya politikus yang perfikir seperti ini. Alasan nya apa..? Bisa
kita tebak. Katanya,dia ingin mensosialisasikan diri sebagai cagub dan wagub di
negri ini. Mungkin jawaban senada akan kita temukan . Bila kita tanya
mereka satu persatu. Jika mereka tidak melakukan hal seperti ini mereka takut
tak dikenal masyarakat.
Mungkin politikus di negri
ini masih berpegang pada pepatah lama. “ Tak kenal maka tak sayang. Tak sayang maka tak cinta. Tak cinta maka
dapat suara ,”.
Kalau pola pikir mereka
seperti ini. Mereka tak layak di jadikan contoh pemimpin yang baik. Karna yang
mereka pikirkan diri sendiri dan kepentingan kelompok. Belum lagi duduk jadi
pejabat, pikirannya sudah tidak mencerminkan seorang pemimpin yang baik.
Mungkin inilah yang di maksud sifat “Individualis modren terdidik”.
Seharusnya, seorang pemimpin
yang baik. Berpikir untuk kemaslahatan umat. Jauh dari berpikir licik apalagi
untuk kepentingan diri sendiri. Mungkin
, memang betul. Jika mereka tak membuat sepanduk mereka tak, di kenal , dengan
baik . Ada banyak cara untuk dikenal oleh masyarakat luas. Entah itu, belesukan
ala jokowi. Atau hal lain yang lebih
kreatif. Seharusnya seorang pemimpin
itu. Orang nya dituntut untuk lebih kreatif dan cerdas.
Kreatif dalam
mensosialisasikan diri. Dan cerdas dalam mengunakan anggaran kampanye. Sehingga
dana untuk kampanye bisa di tekan. Namun bukan berarti mereka tidak boleh membuat sepanduk ,baliho
dan sejenisnya. Tentu boleh...! . Dan itu hak mereka..!! . Ada baiknya sepanduk –sepanduk dan sejenisnya
itu di buat dalam kapasitas yang wajar.
Namun nyatanya apa. Sepanduk –sepanduk tersebut di buat dalam jumlah
yang “bejibun”. Selain itu , sepanduk
sepanduk tersebut di pasang sesuka hati.
Tak jarang kita melihat
malah mengganggu keindahan kota . Setelah selesai kampanye . Sepanduk yang di
buat dengan anggaran milyaran rupiah tersebut. Tak lagi ada artinya, tak lebih dari seonggok
sampah kotor . Yang merugikan masyarakat . Bahkan , bisa berdampak negatif.
Jika sudah lapuk di makan usia, apabila sepanduknya tidak di tertibkan oleh
pihak yang berwenang.
Maka dapat di pastikan
sepanduknya akan berterbangan kemana mana di terpa angin. Ada yang pergi ke Got, selokan, paret dan sebagainya. Nah,
Nanti waktu musim penghujan. Sampah sampah sisa spanduk yang hari ini masih
berdiri kokoh. Tak tertutup kemungkinan
akan menyumbat selokan , got dan
sebagainya.
Akibat nya apa...?
Timbul banjir , penyakit
menular. Yang di rugikan kita masyarakat kecil. Malah hal yang lebih
menyedihkan moment semacam ini di manfaatkan lagi. Oleh politikus politikus busuk untuk
pencitraan mereka. Makanya, hari ini yang kita butuhkan pemimpin yang berpikir
kedepan untuk kesejahtraan masyarakat.
Tapi tak banyak pemimpin
yang kreatif ,cerdas dan tercerahkan
yang mampu berpikir seperti ini. Yang ada hanya pemimpin “cerdas” yang tak
tercerahkan . Mereka Cerdas untuk mencari dana kempanye sebanyak banyak
nya. Sehingga apa yang terjadi.
Rata-rata dana kempanye membengkak di setiap pemilu.
Ada banyak aliran dana yang di pertanyakan. Sehingga
besar kemungkinan. Masuklah “saham”
sponsor seperti perusahaan ini dan perusahaan itu. Ada banyak transaksi dan jual beli politik
disana . Akibatnya apa..? jika sudah
naik jadi gubernur dan wagub. Mereka ,
para politikus tesebut “berhutang” budi pada perusahaan / sponsor tersebut.
Sebagai “politikus yang baik”. Yang namanya “hutang” harus di bayar.
Akibatnya apa..?.
Tak jarang sponsor- sponsor
yang dulu telah memberi bantuan dana. Mereka minta fasilitas ,bukan hanya satu
macam. Tapi, mereka sudah minta fasilitas yang macam –macam.
Belum lagi tuntutan dari
kendaraan politiknya. Partai politikYang
dulu telah mengusung mereka sekarang pun minta jatah.
Akibatnya apa..?.
Lagi-lagi, Hak masyarakat diabaikan. Jika
mereka naik jadi gubernur dan wagub.
Mereka tak ubah bagaikan sebuah
boneka. Yang mudah di permain oleh si pemiliknya. Pemiliknya tentu, mereka
mereka yang telah menanamkan saham saham
politiknya .
Sehingga sudah semakin jelas . Suara masyarakat kecil yang yang dulunya mereka agung agungkan, Pada saat
kempanye. Kini tak lagi berarti . Dan tak layak untuk di dengar. Karena, mereka dulu telah dapat nasi bungkus dan duit lima puluh ribu. Itulah
hak yang pantas diterima untuk mereka yang sudah menggadaikan hak politiknya.
Namun, bagaimana dengan kami masyarakat lugu. masyarakat yang tak
paham politik. Kami memilih pemimpin kami karena hati nurani kami . Mereka telah bersumpah atas nama tuhan di
depan kami. Mereka berjanji akan
memperjuangkan hak kami yang tertindas selama ini. Namun, itu hanya sebuah
retorika yang mengalir dari lidah-lidah mereka.
Janji-janjinya, bagaikan sebuah air terjun
yang dapat membuat ribuan pasangan mata yang melihat takjub. Dan
ribuan pasangan telinga yang mendengar percikan gemuruhnya kagum. Tapi itu hanya , sebuah janji , Tanpa
realisasi dan aksi nyata. Sekarang, kami sebagai masyarakat kecil sudah tahu akan hal itu.
Mungkin, Selama ini malaikat malaikat
yang ada di langit sana geram . Dengan ulah dan tingkah mereka yang suka
mengobral janji.
Sebagai masyarakat kecil tak banyak yang
dapat kami perbuat. Hanya bisa
memanjatkan do’a kepada sang khalik . “ OH.. Tuhan lahirkanlah dari negri kami
pemimpin pemimpin yang sayang dan cinta
kepada kami , Dan takut kepada mu,” . Amiin..
peulis
Saan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar