“Terkadang dalam hidup ini kita
sering mengukur orang yang ada di lingkungan kita menggunakan kaca mata pribadi. Sehingga dalam kehidupan sosial yang
ada di masyarakat sering terjadi miskomunikasi . Ketidak sepahaman apa yang di rasakan kita
dengan apa yang sedang dirasakan orang lain. Dan apa yang ingin di sampaikan
orang orang lain tidak sepenuhnya kita pahami dengan baik. Dan lebih bahaya
nya, kita tidak pernah mau tahu hal apa yang
terjadi sebenarnya pada orang lain secara utuh. Sehingga kita membuat
kesimpulan secara instan tanpa
pengetahuan yang memadai terhadap orang lain “
Di
suatu siang yang cerah. Mentari bersinar dengan
dengan angkuhnya . Sehingga siang itu cuaca terasa panas. Saat itu jam
dinding yang ada di rumah makan padang itu menunjukkan pukul 01:00 siang. Hampir Seluruh meja yang ada di dalam ruangan
ini penuh dengan manusia yang ingin makan. Setelah memesan 1 piring nasi budi
pun segera duduk . Beberapa menit kemudian pesanan nasi pun datang. Siang itu ,
dia makan sendirian tidak seperti hari hari yang telah lewat. Biasanya setiap
kali makan siang dia selalu bersama kawan kosnya, andi.
Namun
hari ini andi tidak bisa ikut. Karena siang ini dia ada klass dadakandari dosen
bahsa inggrisnya. Meskipun sendirian , hal itu tidaklah mengurangi selera makan
budi.
Setelah
pesanan datang , dia pun mulai makan suap demi suap nasi yang ada dalam piring
di atas mejanya. Setelah beberapa menit kemudian makanan tersebut pun habis dimakan. Namun baru
beberapa saat dia selesai makan. Masuklah seorang lelaki tua separuh baya bersama
dua anak kecil. Kemungkinan besar anak tersebut adalah anak
dari lelaki itu. Setelah memesan makanan bapak itu duduk di meja sebelah kanan budi.
Di ikuti oleh dua anak kecil tadi. Tapi kedua anak kecil itu tidak langsung
duduk di sebelah lelaki tua tersebut.
Dengan polosnya kedua bocah itu, bermain
kejar kejaran di saat orang makan siang. Semua mata yang ada di ruangan itu
tertuju kepada dua bocah itu. Dia bercanda dan bermain kejar kejaran layaknya
anak kecil seusianya. Namun , lelaki tua itu tetap tidak menegur kedua bocah
tersebut. Dia tetap menikamati makanan yang ada diatas meja nya. Sesekali
matanya melihat pada bocah itu dengan senyum. Sedangkan di sebelah mejanya ada
dua piring makanan yang sudah di pesan. Mungkin menurut pikiran budi , makanan
itu adalah makanan untuk bocah tersebut.
Tanpa
beban dan rasa bersalah bapak itu tetap tidak menegur apalagi memarahi bocah
itu. Mungkin semua orang yang berada di
rumah makan itu merasa terganggu,
termasuk budi. Karena merasa pelanggan
nya terganggu seorang ibu (kemungkinan besar pemiulik warung itu) berkata pada
bapak itu . “ Apakah bapak orang tua anak itu”.
“Ya,” jawab lelaki separuh baya
itu. “ Bisakah bapak menyuruh anak itu
berhenti bermain disini , ini tempatkan makan pak..! “( balas ibu itu dengan
sedikit kesal).
‘’Ya , saya tahu buk “ ( jawab bapak itu
dengan enteng ). “ Lalu kenapa bapak tidak bisa menyuruh anak itu diam ...!“ (
kata ibu itu dengan suara geram ).
“Maaf
buk, saya tidak tega menyuruh anak itu diam. Kedua bocah itu adalah anak yatim
piatu. Saya adalah ayah angkat nya. Hampir dua bulan sudah bocah itu murung dan menangis.
Hari ini ,hari pertama dia tertawa , Selama
menjadi anak angkat saya. Dua bulan yang
lalu,ayah kedua bocah itu meninggal. Di
sebabkan oleh sengatan arus listrik bertegangan tinggi. Almarhum ayahnya adalah
seorang buruh harian lepas PLN di kota
ini. Sedangkan dua minggu yang lalu .
Dia kembali berduka. Ibunda nya tercinta meninggal secara mendadak. Kata
dokter ia terkena serangan jantung
. Dia tidak punya keluarga lagi. Saya
hanya sebagai ayah angkatnya. Tapi kalau ibuk sanggup silahkan. Suruh lah anak
tersebut berhenti bermain. Saya terus terang . Tidak tega buk..! (
Jelas bapak itu, dengan suara yang berat.).
Mendengar penjelasan bapak itu , air mataibu
ituberlinang. Dia tersentuh dengan
penjelesan lelaki paruh baya itu. Di dekatinya
kedua bocah malang tersebut . Dengan
segera di peluknya kedua bocah itu.. Rasa kesal yang diarasakan sebelumnya.
Dalam sekejap telah berubah menjadi rasa
iba terhadap anak malang itu. Ibu itu pun mulai menangis tersedeu -sedu . Ia merasa telah bersalah telah menyia nyiakan
anak yatim piatu itu..
Cerita
ini terinpirasi dari salah seorang teman
saya. Benar atau tidak itu bukanlah hal yang penting. Tapi dalam cerita ini
mengandung segudang hikmah yang harus kita kedepankan. Terkedang cerita “fiktif” jauh lebih bermakna
untuk menyampaikan pesan moral. (30/7/2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar