Minggu, 27 Oktober 2013

BERSANDAR DITUMPUKKAN KORAN


Hari masih gelap, saat itu jalan Raya masih sunyi dari hiruk pikuk kendaraan bermotor. Biasanya, sebentar lagi jalan Raya akan dipenuhi oleh lalu lalang kendaraan bermotor. Entah itu, orang yang mau pergi kekantor untuk bekerja atau  ibu ibu yang mau kepasar hanya untuk sekedar belanja kebutuhan keluarga mereka.

Sesekali, biasanya ada kendaraan bermotor yang dikendarai oleh masyarakat ia temui. Tapi biasanya yang sering ditemui hanya pedagang yang mau kepasar, atau pemilik rumah  makan yang ingin berbelanja rempah rempah dan kebutuhan lain yang diperlukan.Hal ini sudah menjadi kebiasaan yang wajib dilakukan oleh pasangan suami istri setengah baya ini.

...
Diatas meja yang berukuran tak lebih dari satu kali satu meter, terdapat tumpukan media cetak yang ada  di Riau. Ada Tribun, Riau pos, Koran Riau yang ditumpuk secara teratur. Diantara tumpukan media cetak tersebut tumpukan tribun terlihat lebih tebal dibandingkan tumpukan media cetak lainnya. Meja tersebut disampul dengan sepanduk bekas berwarna putih , agar terlihat lebih rapi. Disekeliling meja ada kursi yang dibuat dari kayu seadanya. Kursi kursi itu sengaja dibuat dalam bentuk yang sederhana.

Disebelah tumpukkan koran ada kalkulator berwarna hitam yang bermerek kanachi dan kaleng bekas biskuit yang sudah mulai pudar warna nya. Kaleng ini digunakan sebagai tempat menaruh Uang receh agar tak berserak. Kaleng tersebut tertutup renggang diatasnyas ada pena berwarna hitam lengkap dengan  secarik kertas putih yang bertuliskan angka, sebagai kode tertentu.  Dari samping jika di perhatikan dengan seksama maka kelihatan uang uang receh tersebut.

Disebelah meja itu terdapat tempat tambal ban yang hanya disekat oleh dua buah tiang . Tiang tiang terseburt terbuat dari kayu bulat dibagaian bawah kedua tiang ada sekitar dua atau tiga papan sebagai pembatas tempat itu.

Meskipun panas matahari pagi itu cukup terik, namun panasnya tidak menyentuh pasangan suami istri setengah baya ini pada saat mereka duduk di tempat itu. Lapaknya hanya beratap beberapa keping seng yang sudah kelihatan bolong dimakan usia. Sedangkan atap bagian depannya di tambah sepanduk bekas berwarna putih.  

Ocu ajo dan mar itulah nama panggilan untuk  pasangan suami istri, setengah baya tersebut. Namun ketika ditanya nama lengkapnya dia tidak mau menyebutkan nama sebenarnya. “Panggil aja itu, biasanya orang disini memanggil seperti itu, “ kata Ocu ajo.

Pasangan suami istri setengah baya ini, tipe orang yang suka hidup berpindah-pindah. Delapan tahun yang silam, Ocu ajo panggilan akrab lelaki berkulit gelap ini. Pernah menetap beberapa tahun di ibu kota provinsi Sumatra Utara yakni kota Medan. Disana untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ocu ajo berprofesi sebagai pedagang kaki lima yang membuka lapak di pinggir jalan dikota tersebut. Entah apa sebabnya Ocu ajo memutuskan untuk mengadu nasib di kota bertuah Pekanbaru.

“Yang jelas hidup saya tak ada perubahan. Kondisi ekonomi keluaraga kami tak ada kemajuan,” ujar Ocu ajo. Ia pun tak tahu entah apa yang salah dari dirinya. Tapi yang jelas dia telah berusaha untuk mengubah kondisi keluarga nya. 

Tepat pada tahun 2005 silam, Ocu ajo memutuskan untuk pindah ke provinsi Riau. Sebelum nya,  Ocu ajo memang sudah sering bertandang ke Riau. Bahkan hampir tiap bulan. Jadi sedikit banyaknya Ocu ajo sudah memahami dan bisa membaca peluang kerja yang ada di provinsi Riau kususnya wilayah pekanbaru. 

Di kabupaten kampar salah satu kabupaten yang ada di provinsin Riau. Di daerah tersebut Ocu ajo masih memiliki sanak saudara. Dan disanalah dia di lahirkan, hingga saat ini meskuipun telah tinggal dipekanbaru hampir tiap bulannya dia mengunjnungi keuarga dan sanak family yang ada di sana. Namun, saat masih kecil orangtuanya pindah ke Sumatra Barat. Setelah dewasa orang tuanya pun pindah ke Sumatra Utara hingga bertahan sampai tahun 2005 silam.  

Dari segi pendidikan pasangan suami istri ini hanya tamatan Sekolah Dasar (SD). Mereka memang tak pernah memilih dan membedakan pekerjaan apa pun. Ukurannya hanya satu yang penting halal dan tak mengganggu ketenangan orang lain. “ Pekerjaan itu yang penting halal. Jangan sampai pekerjaan kita mengganggu orang lain,” ujar Ocu ajo.

Memiliki pekerjaan sebagai agen koran memang bukan pekerjaan ringan setiap hari dia harus bekerja dari jam 5 pagi hingga jam 3 atau jam 4 sore. Sebagai agen koran dia memiliki cara pemasaran yang berbeda dengan agen koran lain. Setiap pagi sebelum shalat subuh dia sudah nongkrong dengan setumpuk korannya, di tempat yang telah ia sediakan. Tempatnya dilihat secara sepintas seperti lapak, yang di gunakan oleh pedagang kaki lima. Disanalah biasanya Ocu ajo dan istrinya menunggu loper koran yang ingin menjajakan koran pagi itu. Dia tak membebankan kepada loper koran untuk habis sekian sekian. “ kami memang tak pernah menargetkan loper koran untu habis dalam jumlah tertentu. “Mereka kami gaji tergantung  dari berapa jumlah koran yang habis terjual,” ujar Ocu ajo.


Tiap tiap koran mempunyai harga jual yang berbeda dan untung yang berbeda bagi Ocu ajo dan loper koran lainnya, yang mengambil koran kepadanya.Tribun misalnya jika terjual satu eksampler, loper akan mendapatkan sekitar 800 rupiah. Menurut ajo, penghasilan loper koran yang bekerja  dengan dia bervariasi. Tergantung kepiawaian dan kelihaian penjual. Ada loper yang mempunyai penghasilan 30.000 perhari, ada yang 20.000 perhari, bahkan ada yang 15.000 perhari.

Loper koran yang mengampil koran pada Ocu ajo pun bermacam-macam latar belakang . Tapi kebanyakan yang mengambil koran ditempat Ocu ajo adalah remaja yang putus sekolah, rata rata mereka datang dari luar daerah.

Menurut  Ocu ajo tak ada kriteria kusus jika ingin menjadi loper koran, atau ingin   bekerja dengan dia yang penting harus siap mental. Menurut cerita Ocu ajo, beberapa bulan silam dia pernah di datangi oleh dua orang gadis yang berstatus mahasiswa. Kedatangan kedua gadis tersebut, tak lain tujuannya hanya ingin mencari kerja kepada Ocu ajo. Setelah diterima menjadi loper koran, esok harinya kedua gadis yang yang masih kuliah disalah satu perguruan tinggi di kota pekanbaru tersebut mulai bekerja. Seperti loper koran lainnya. Tepat jam enam pagi, dia  sudah datang untuk  mengambil sejumlah koran lokal yang ada di lapak  Ocu ajo. 

Pagi itu, hari pertama bagi kedua gadis tersebut berprofesi sebagai loper koran. Entah itu keberuntungan atau tidak. Meskipun baru pertama menjalani profesi sebagai loper koran, kedua gadis tersebut mendapatkan  penghasilan sekitar 20.000, dia bekerja hanya setengah hari kira kira sampai jam 12 siang.  Karena menurut pengakuan kedua gadis tersebut pada siang harinya dia harus masuk kuliah sampai sore hari. Sebagai loper koran berpenghasilan 20.000 rupiah dalam waktu setengah hari sudah terbilang besar. 

Esok harinya, seperti hari sebelumnya dia juga datang tepat waktu. Namun untuk hari ini ia bekerja hanya sampai jam 9 pagi. Karena pada siang nanti dia ada jam kuliah. “ Pak nanti kami jualan koran hanya sampai jam 9. Jam 10 ada kuliah” ujar Ocu ajo, mencoba  meniru perkataan kedua  gadis tersebut. Hari kedua ini, mereka hanya mendapatkan penghasilan kurang dari 10.000 perorang. Mungkin di sebabkan karena hari masih pagi, jadi korannya belum banyak laku.

Namun hari berikutnya kedua gadis tersebut tak lagi datang kelapak Ocu ajo untuk menjemput koran tersebut. Kejadian ini bukan hanya kali pertama. “ Aku paham, mungkin gajinya tak terlalu berarti bagi sebagian orang. Mungkin mereka juga ada yang tak kuat, karena gaji rendah atau tak kuat mental.  Ha ha... ‘’ ujar Ocu ajo sambil becanda.  Kejadian serupa seperti ini sering dialami Ocu ajo sebagai agen koran.


****
Dibawah sinar matahari pagi itu, pria berkulit gelap ini bnercerita panjang lebar tentang kehidupannya sebagai agen koran. Dengan berpenampilan sederhana menggunakan celana tiga perempat.  Ocu ajo duduk di lapaknya yang terletak di tepi jalan HR soebrantas. Sambil bercerita pria setengah baya ini melepaskan kedua sandal jepit dari kakinya, lalu ia  mengangkat kaki nya sebelah kanan diatas kursi, disebelah pantatanya. Layaknya orang duduk di warung kopi. 

Sambil meneguk kopi, ia pun mulai bercerita. Menurut bapak satu anak ini bekerja sebagai agen koran memang sedikit lebih santai dari bekerja sebagai kuli  bangunan yang bekerja di bawah terik  sinar matahari. Lagi pula, jika di bandingkan dengan resiko, menjadi agen koranpun tak terlalu beresiko. “ Kami hanya modal kepercayaan aja. Peluang untuk rugi itu sedikit. Karena ada sebagaian, bila koran yang diambil tak laku bisa di kembalikan. Setiap harinya Ocu ajo mengambil koran sekitar seribu eksampler. Rata-rata hampir tiap hari koran yang di bawa habis terjual oleh loper sekitar jam 3 atau jam 4 sore. 

Tak berapa lama kemudian, ada seorang ibu setengah baya membawakan lontong lengkap dengan gorengan dan segelas teh panas. Ternyata, ibu tersebut penjual lontong langganan Ocu ajo dan istrinya. Mereka telah memesan lontong tersebut beberapa saat yang lalu. Pembicaraan kami sempat terhenti sejenak. Karena Ocu ajo mengobrol sebentar dengan penjual lontong tersebut.
Seperti biasanya, Ocu ajo jika belum sarapan pagi dari rumah, ia sering makan lontong. Maklum, dia jarang sarapan di pagi hari. Karena harus berangkat sekitar jam 5 pagi, supaya koran-koran tersebut dapat diambil lebih cepat oleh loper yang telah berlangganan pada Ocu ajo. Lagi pula menurut Ocu ajo dia sering tidak sarapan pagi.”Kalau sekitar jam 5 itu, selera makan belum ada. Kan belum lapar” kata Ocu ajo. 

Kami kembali melanjutkan perbincangan yang sempat tertunda. Sebelum melanjutjkan perbincangan ia pun menawarkan untuk makan. Lontong tersebut ia tarok diatas meja sederhana yang ada di depannya. Jadi, meja yang tadi berisi koran dan beberapa peralatan lain yang digunakan oleh Ocu ajo untuk berjualan, sekarang sudah bertambah muatannya dengan sepiring lontong lengkap dengan segelas teh panas.

Berprofesi sebagai agen koran menurut Ocu ajo lumayan menguntungkan dan banyak manfaatnya. Yang pasti, mekipun dia bukan seorang pejabat atau PNS. Ocu ajo tetap membaca koran, jadi ia tak pernah ketinggalan informasi. Sebagai agen koran, meskipun tamatan sekolah dasar. Wawasan Ocu ajo cukup luas untuk ukuran masyarakat awam. Hal ini terlihat dari bahasa atau istilah yang di gunakannya.Tak jarang Ocu ajo ketika berkomunikasi melontarkan istilah-istilah ilmiah.
Ini di sebabkan karena tiap hari Ocu ajo membaca berbagai media cetak lokal yang ada di Riau. Bukan hanya itu manfaat yang didapat sebagai agen koran, Sebagai agen koran sedikit banyaknya ia turut meringankan beban negara. Karena ada sekitar belasan loper koran yang bekerja dibawah naungan Ocu ajo.

Sesekali, sambil bebicara mengenai profesi yang di gelutinya. Ia mencoba menikmati lontong yang ada di atas meja sederhana itu. Sambil mengunyah lontong tersebutr. Tangan kanannya mencoba meraih teh hangat yanga ada di sebelah kanan sikunya. Ocu ajo segera meneguk teh hangat itu. Hingga terdengar bunyi tegukan air teh yang masuk ke kekrongkongannya. 


Belum selesai Ocu ajo menghabiskan lontong dan teh hangatnya, tiba tiba datang seorang ibu muda berkulit gelap, ia menggendong seorang anak kecil. Kira-kira anak tersebut baru berumur sekitar tiga tahunan. “ Hanya segini lakunya pak. Uangnya ini,” kata wanita tersebut. Wanita tersebut mengatakan untuk hari ini saya bekerja sampai jam segini aja pak..!. Karena dia harus mencuci pakaian tetangganya lagi.

 Setelah ngobrol sebentar Ocu ajo memberikan duit kepada wanita tersebut dengan jumlah lima berlas  ribu rupiah.Dengan uang pecahan sepuluh ribu dan lima ribu rupiah. Sebenarnya saat itu, untuk waktu istirahat bagi seorang pekerja masih pagi, kira kira saat itu jam 10 pagi.
Namun menurut Ocu ajo ia tak pernah membebankan kepada loper langganannya. “ Ibu itu tadi adalah seorang janda , ia memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai loper koran. Namun  kadang- kadang ia dapat orderan mencuci baju dari tetangga,” kata Ocu ajo.

Biasanya ibu tersebut bila mendapat orderan mencuci ia bekerja sebagai loper koran hanya sebentar. Sekitar jam 9 atau 10 pagi. Selain ibu rumah tangga  banyak juga mahasiswa dan pelajar yang berlangganan dengan Ocu ajop. Menurut Ocu ajo ada satu orang mahasiswa dan satu orang pelajar SMK yang berlangganan denga Ocu ajo, untuk menjadi loper koran. Mereka sekolah dengan biaya mereka sendiri. Anak SMK yang jadi loper denganm Ocu ajo tersebut  menurut Ocu ajo mempunyai keinginan untuk sekolah yang kuat. Dia berasal dari golongan ekonomi tidak mampu.

Biasanya menurut Ocu ajo, pelajar dan mahasiswa yang berlanggan menjadi loper koran kepadanya. Mempunyai cara tersendiri untuk menjual koran tersebut. Ada yang menitipkan kekantin, kesekolah, atau kekantor sebelum mereka pergi kesekolah atau ke kampus .  
   
Sebagain agen koran Ocu ajo tak pernah mempermasalahkan hal itu. “ Namun, sore harinya mereka harus menyerahkan kembali berapa koran yang tak laku sekaligus dengan uangnya. Laportan lah, ” canda Ocu ajo.

Tapi hal terpenting yang sangat dirasakan Ocu ajo selain wawasan nya bertambah. Dia juga bisa membuka lapangan pekerjaan. Dan membantu banyak orang yang tak bekerja menjadi bekerja. Namun ketika ditanya berapa penghasilan nya dalam sebulan. Ocu ajo enggan mengatakannya. “ Nanti kamu bisa jadi saingan bapak..!, ha...ha... Yang jelas cukuplah untuk memenuhi kebutuhan sehari hari,” canda Ocu ajo. Memang selama ini menurut Ocu ajo berprofesi sebagai Agen koran sering diremehkan oleh banyak orang.######SAAN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar