Minggu, 27 Oktober 2013

AKU TAK SETEGA ITU



“Terkadang dalam hidup ini kita sering mengukur orang yang ada di lingkungan kita menggunakan kaca mata  pribadi. Sehingga dalam kehidupan sosial yang ada di masyarakat sering terjadi miskomunikasi  . Ketidak sepahaman apa yang di rasakan kita dengan apa yang sedang dirasakan orang lain. Dan apa yang ingin di sampaikan orang orang lain tidak sepenuhnya kita pahami dengan baik. Dan lebih bahaya nya, kita tidak pernah mau tahu hal apa yang  terjadi sebenarnya pada orang lain secara utuh. Sehingga kita membuat kesimpulan secara instan  tanpa pengetahuan yang memadai terhadap orang lain “



Di suatu siang yang cerah. Mentari bersinar dengan  dengan angkuhnya . Sehingga siang itu cuaca terasa panas. Saat itu jam dinding yang ada di rumah makan padang itu menunjukkan pukul 01:00 siang.  Hampir Seluruh meja yang ada di dalam ruangan ini penuh dengan manusia yang ingin makan. Setelah memesan 1 piring nasi budi pun segera duduk . Beberapa menit kemudian pesanan nasi pun datang. Siang itu , dia makan sendirian tidak seperti hari hari yang telah lewat. Biasanya setiap kali makan siang dia selalu bersama kawan kosnya, andi.

Namun hari ini andi tidak bisa ikut. Karena siang ini dia ada klass dadakandari dosen bahsa inggrisnya. Meskipun sendirian , hal itu tidaklah mengurangi selera makan budi.
Setelah pesanan datang , dia pun mulai makan suap demi suap nasi yang ada dalam piring di atas mejanya. Setelah beberapa menit kemudian makanan  tersebut pun habis dimakan. Namun baru beberapa saat dia selesai makan. Masuklah seorang lelaki tua separuh baya bersama  dua anak kecil.  Kemungkinan besar anak tersebut adalah anak dari lelaki itu. Setelah memesan makanan bapak itu duduk di meja sebelah kanan budi. Di ikuti oleh dua anak kecil tadi. Tapi kedua anak kecil itu tidak langsung duduk di sebelah lelaki tua tersebut. 

Dengan polosnya kedua bocah itu, bermain kejar kejaran di saat orang makan siang. Semua mata yang ada di ruangan itu tertuju kepada dua bocah itu. Dia bercanda dan bermain kejar kejaran layaknya anak kecil seusianya. Namun , lelaki tua itu tetap tidak menegur kedua bocah tersebut. Dia tetap menikamati makanan yang ada diatas meja nya. Sesekali matanya melihat pada bocah itu dengan senyum. Sedangkan di sebelah mejanya ada dua piring makanan yang sudah di pesan. Mungkin menurut pikiran budi , makanan itu adalah  makanan  untuk bocah tersebut.


Tanpa beban dan rasa bersalah bapak itu tetap tidak menegur apalagi memarahi bocah itu.  Mungkin semua orang yang berada di rumah makan itu merasa  terganggu, termasuk budi.  Karena merasa pelanggan nya terganggu seorang ibu (kemungkinan besar pemiulik warung itu) berkata pada bapak itu . “ Apakah bapak orang tua anak itu”.  “Ya,”  jawab lelaki separuh baya itu.  “ Bisakah bapak menyuruh anak itu berhenti bermain disini , ini tempatkan makan pak..! “( balas ibu itu dengan sedikit kesal).

 ‘’Ya , saya tahu buk “ ( jawab bapak itu dengan enteng ). “ Lalu kenapa bapak tidak bisa menyuruh anak itu diam ...!“ ( kata ibu itu dengan suara geram ).

“Maaf buk, saya tidak tega menyuruh anak itu diam. Kedua bocah itu adalah anak yatim piatu. Saya adalah ayah angkat nya. Hampir  dua bulan sudah bocah itu murung dan menangis. Hari ini ,hari pertama dia tertawa ,  Selama menjadi anak angkat saya.  Dua bulan yang lalu,ayah kedua bocah itu meninggal.  Di sebabkan oleh sengatan arus listrik bertegangan tinggi. Almarhum ayahnya adalah seorang buruh harian lepas  PLN di kota ini.  Sedangkan dua minggu yang lalu . Dia kembali berduka. Ibunda nya tercinta meninggal secara mendadak. Kata dokter  ia terkena serangan jantung .  Dia tidak punya keluarga lagi. Saya hanya sebagai ayah angkatnya. Tapi kalau ibuk sanggup silahkan. Suruh lah anak tersebut berhenti bermain. Saya terus terang . Tidak  tega buk..! (  Jelas bapak itu, dengan suara yang berat.).

    Mendengar penjelasan bapak itu , air mataibu ituberlinang.  Dia tersentuh dengan penjelesan lelaki paruh baya itu.  Di dekatinya  kedua bocah malang tersebut . Dengan segera di peluknya kedua bocah itu.. Rasa kesal yang diarasakan sebelumnya. Dalam sekejap telah berubah  menjadi rasa iba terhadap anak malang itu. Ibu itu pun mulai menangis tersedeu -sedu .  Ia merasa telah bersalah telah menyia nyiakan anak yatim piatu itu..

 Cerita ini terinpirasi dari  salah seorang teman saya. Benar atau tidak itu bukanlah hal yang penting. Tapi dalam cerita ini mengandung segudang hikmah yang harus kita kedepankan.  Terkedang cerita “fiktif” jauh lebih bermakna untuk menyampaikan pesan moral.  (30/7/2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar