“ Anak cicak dibawah bantalAnak cicak dibawah bantal
Entah bajari entahkan tidakEntah bajari entahkan tidak
Kalau tapijak kasungai gangsalKalau tapijak kasungai gangsal
Entahkan balik entahkan tidakEntahkan balik entahkan tidak”
Gambus |
Itulah cuplikan syair
yang nyanyikan oleh Tatung, panggilan akrab pria setengah baya bernama
Syafaruddin .Pria kelahiran 1962 ini terlihat masih enerjik. Ditemani teh
hangat yang masih berasap dan sebungkus rokok berwarna merah bermerek Niko. Pagi itu jari-jari lincah tatung memetik
dawai gambus tersebut dengan lihai. Syairnya khas masyarakat Rantau langsat, enak didengar ketika UIN Suska
Mengajar (USM) jilid II bertamu kerumah tatung.
Sesekali sambil menikmati
teh hangat yang masih berasap, terkadang tatung menghembuskan asap rokok dari mulut atau hidungnya.
Kepulan asap rokok tersebut berlalu dibawa angin yang berhembus dari pintu
depan rumah Tatung , pagi itu.
Jari-jari tatung
terlihat lihai dan lincah, Cincin akik dari batu lumut terlihat jelas berwarna
hijau mengkilat di jari kirinya.Batu lumut tersebut menurut masyarakat Rantau
Langsat adalah batu alam yang ada didasar sungai Gangsal, namun sulit untuk
ditemukan. “ Mungkin kalau di lautan namanya mutiara,” ujar Tatung. Warnanya
hijau lumut, namun sedikit bercahaya. Jika terus digosok maka bentuk dan
warnanya akan semakin bagus.
Tidak ada
rumus atau kunci kusus dalam bermain Gambus, lain hal nya dengan gitar atau
alat musik lain.Hanya perasaan yang di gunakan. Menurut tatung alat musik
gambus ini sudah ada di Desa Rantau langsat sejak lama. Telah diwarisi dari
generasi kegenerasi, tak tahu siapa orang pertama yang menciptakan atau yang
membawa Gambus kedesa rantau langsat.
Tapi menurut M Nasir salah satu tokoh masyarakat yang kami jumpai, mengatakan gambus erat kaitannya dengan sejarah masuknya islam kedesa Rantau langsat dan ;perang paderi. Namun, ia tak tahu persis seperti apa cerita tersebut.
M Nasir, tokoh masyarakat |
Tapi menurut M Nasir salah satu tokoh masyarakat yang kami jumpai, mengatakan gambus erat kaitannya dengan sejarah masuknya islam kedesa Rantau langsat dan ;perang paderi. Namun, ia tak tahu persis seperti apa cerita tersebut.
Saat Tatung bersyair,
terdengar khas syair melayu daratan, diiringi musik gambus, sepintas bunyi
dawai yang dipetik tatung tersebut mengeluarkan bunyi ala musik timur tengah.
Hal unik Gambus Desa Rantau langsat tetap mempertahankan sisi tradisonalnya. Meskipun saat ini senar gitar sudah mudah ditemukan di Desa rantau langsat, namun masyarakat sana tetap mempertahankan tali pancing sebagai senar. Lirik syairnya pun khas, biasanya berisi pantun. Ada banyak syair yang paling dikenal oleh masyarakat Rantau Langsat, seperti biduk-biduk, anak ayam. Biasanya syair-syair yang dinyanyikan jika diiringi oleh Gambus biasanya dinyanyikan dengan cepat.
Hal unik Gambus Desa Rantau langsat tetap mempertahankan sisi tradisonalnya. Meskipun saat ini senar gitar sudah mudah ditemukan di Desa rantau langsat, namun masyarakat sana tetap mempertahankan tali pancing sebagai senar. Lirik syairnya pun khas, biasanya berisi pantun. Ada banyak syair yang paling dikenal oleh masyarakat Rantau Langsat, seperti biduk-biduk, anak ayam. Biasanya syair-syair yang dinyanyikan jika diiringi oleh Gambus biasanya dinyanyikan dengan cepat.
Inilah hal unik dari
dari Gambus masyarakat desa Rantau Langsat, salah satu desa yang ada dalam
kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). Namun seiring perkembangan
zaman dan teknologi, saat ini tak banyak lagi masyarakat Rantau langsat yang
bisa bermain Gambus. Hanya orang-orang tertentu, sebagian besar mereka yang
paham bergambus adalah orang tua.
Jika dilihat dari bahan pembuatan, tidak semua kayu bisa dijadikan Gambus. Karena jenis kayu
menentukan kualitas suara Gambus tersebut. Biasanya, masyarakat rantau langsat
yang berada di tepi sungai Gangsal membuat Gambus dari kayu Pulai, kapas hutan,
Lapis kulit. Tapi menurut tradisi nenek moyang mereka akan lebih bagus lagi jika
kayu tersebut ditemukan dalam keadaan patah oleh angin ribut.
Bila dilihat dari jumlah
dawainya Gambus masyarakat desa Rantau langsat mempunyai banyak jenis. Mulai dari
dawai yang rumit hingga dawai yang sederhana. Ada yang berjumlah 3,6,7,12
dawai. Semakin banyak jumlah dawai semakin rumit dan susah dalam memainkannya. Dawai
12 misalnya, saat ini di Desa Rantau langsat sulit untuk menemukan siapa yang
bisa memainkannya. Kebanyakan saat ini yang sering dipakai dan dimainkan
masyarakat adalah Gambus berdawai 3 dan 6.
Tradisi bergambus
masyarakat Talang mamak yang berada di tepi sungai Gangsal biasanya dimainkan
dalam upacara tertentu. Biasanya malam menugal,
hiburan masyarakat seperti acara pernikahan.Malam manugal adalah malam sebelum
menanam padi di sawah. Disebut manugal karena pada saat itu masyarakat Talang
Mamak menanam padi. Menggunakan bantuan kayu runcing. Kayu tersebut ditancapkan
ketanah lalu biji padinya dimasukkan kelobang tersebut.
Kayu yang ditancapkan
ketanah dalam bahasa masyarakat sana disebut menugal. Biasanya musik Gambus ini disandingkan dengan
tarian zapin. Namun bagi pemuda Rantau langsat tempo dulu, Gambus merupakan life style .
Menurut cerita M Nasir
salah satu tokoh masyarakat Desa Raantau Langsat, bagi pemuda tempo dulu.
Selain tradisi, Gambus merupakan sebuah kebanggaan. Pemuda dan pemudi saat itu
sangat menghargai orang- orang yang bisa bergambus. Makanya tak heran orang
zaman dulu, banyak yang Pandai memainkan alat musik Gambus. Mulai dari Gambus
yang mudah hingga Gambus yang terumit, mulai dari Gambus yang berukuran kecil
sedang dan besar.
Selain ditentukan oleh
bahannya, ukuran Gambus juga menentukan suara Gambus tersebut. Semakin kecil
Gambusnya maka semakin nyaring bunyi yang dihasilkan oleh Gambus tersebut. Biar
lebih terlihat menarik biasanya Gambus-gambus tersebut di poles dengan Getah Jernang. Jernang salah satu jenis rotan yang ada di Taman Nasional Bukit Tiga
Puluh ( TNBT), Indragiri HuluJernang pada
saat sekarang sulit ditemukan. Karena Rotan jenis ini, memiliki harga ekonomi
yang cukup tinggi. Satu kilo gram getah jernang harganya bisa mencapai dua
jutaan.
Makanya, tak heran
sebagian besar masyarakat Talang Mamak bergantung hidup pada alam, baik itu
didarat/ hutan maupun di sepanjanhg sungai gangsal. Ada yang mencari jernang,
menjerat dan sebagainya. Namun, ada sebagian masyarakat yang tinggal tinggal di
tepi Sungai Gangsal kerjanya meneres karet, seperti masyarakat dusun lemang,
tualang dan siamang.
Karet-karet tersebut akan di jual pada pengepul sebulan sekali. Uang-uang tersebut digunakan untuk memebeli kebutuhan sehari-hari. Bagi masyarakat Talang Mamak yang masih jauh dari dunia modren, seperti dusun Nunusan, Datai dan Sadan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti beras mereka berladang. Jika ada waktu luang mereka akan menangkap ikan disungai dengan cara tradisional. Entah itu dengan Tekalak, Lukah atau menembak ikan dengan cara menyelam.
Karet-karet tersebut akan di jual pada pengepul sebulan sekali. Uang-uang tersebut digunakan untuk memebeli kebutuhan sehari-hari. Bagi masyarakat Talang Mamak yang masih jauh dari dunia modren, seperti dusun Nunusan, Datai dan Sadan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti beras mereka berladang. Jika ada waktu luang mereka akan menangkap ikan disungai dengan cara tradisional. Entah itu dengan Tekalak, Lukah atau menembak ikan dengan cara menyelam.
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi
dan budaya. Tradisi bergambus semakin hilang. Generasi penerus untuk
bergambuspun sulit ditemukan. Ketika USM beberapa minggu berada di Desa
Rantau Langsat, tak ada bertemu dengan generasi muda yang bisa bergambus.
Kebanyakan mereka
adalah orang-orang tua. Menurut Nasir. Hal ini disebabkan karena pengaruh dari
perkembangan teknologi. Anak-anak muda rantau langsat sudah punya hiburan lain.
Entah itu bermain gitar, mendengar radio, atau menonton TV. Apalagi sebagian
dusun yang ada di desa Rantau Langsat, seperti dusun Lemang, Pebidaian,
siamang. Masyarakatnya sudah mulai mengikuti dunia luar. Ditiga dusun tersebut,
sebagian kecil rumah masyarakat sudah memiliki TV. Bahkan rumah mereka tidak
lagi terbuat dari kulit kayu, seperti rumah masyarakat Talang Mamak pada tempo
dulu.
Namun, untuk dusun
Datai, Nunusan, dan Suit masyarakatnya masih bersifat tradisional. Rumahnya,
terbuat dari kulit kayu, atapnya pun masih dari daun kayu yang diambil dari
hutan. Daun kayu tersebut mereka anyam sehingga jadilah atap. Meskipun,
masyarakat Talang Mamak yang berada di Dusun Datai, Suit, dan Nunusan masih
sulit dijangkau dunia luar. Rumah masyarakat sebagian besar masih dari kulit
kayu. Namun sulit untuk menemukan orang yang bisa bergambus. Lain halnya,
dengan Nasir tokoh masyarakat Rantau Langsat. Meskipun sudah berusia setengah
baya, ia tetap bermain Gambus. Kadang ia meluangkan waktu satu hingga dua jam
sehari, hanya untuk bermain Gambus.
semoga lahir kembali orang seperti pak Nasir yg melestarikan gambus di desa Rantau Lansat tercinta ^_^
BalasHapus