Rabu, 13 November 2013

negaraku (1)



''Pruk-pruk....Pruk-pruk..."

Tepuk tangan peserta dalam ruangan itu penuh semangat.
Semua bertepuk tangan dalam acara siang itu. Seolah-olah mereka telah berbuat untuk bangsa dan negara tercinta ini. Pemateri berpidato dengan Retorikanya. Kembali tepuk tangan riuh dari peserta.
"Pruk-pruk...Pruk-pruk. Ooooiii"
Semua yang berada di ruangan itu seolah olah telah berjasa dan telah melakukan perubahan besar.




Tapi tahu kah mereka..?
******



 di pelosok negeri ini ada berapa banyak anak yatim piatu, orang miskin, anak putus sekolah, masyarakat kecil terbengkalai.

Sawah-sawah masyarakat di serobot oleh perusahaan besar. Bumi ini ditembok.
Orang miskin merintih kesakitan di gubuknya yang bocor. Petani-petani kehilangan alat produksi karena sawah mereka tak lagi ada. Sawah yang telah di warisi dari kegenerasi kini hilang sudah diambil perusahaan besar yang baru datang kemaren sore.

Tak ada yang bisa diperbuat oleh masyarakat desa yang tak mengerti baca tulis.Mereka tak punya bukti otentik, tak ada surat tanah, tak ada sertifikat tanah yang mereka miliki.


Kini mereka harus bagaimana, tak tahu entah pada siapa mereka mengadu..!

Polisi dan pengadilan telah mereka datangi, untuk menceritakan nasib yang mereka alami. Tapi tak ada yang mereka dapatkan. Hanya perkataan menyakitkan yang dapat menambah luka, yang di terima oleh masyarakat seperti ini.


'' Ada bukti pak,Surat tanah atau sertifikat. Ini negara hukum..! kami bisa menanganinya kalau ada bukti..!"


Petani miskin yang hidup di pelosok desa yang tak mengerti tulis menulis. Tak bisa berbuat banyak. Mereka bukan tak mau membuat surat tanah atau sertifikat tanah. Tapi mereka tak pernah punya uang lebih.


Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari mereka berutang pada toke. Apa yag harus mereka perbuat.
 Apakah mereka salah karena hidup mereka miskin?

Dimanakah peran dan fungsi sebuah negara. Aparatur negara yang katanya digaji pakai duit masyarakat. Apakah para pejabat dinegri ini tak malu. Mereka hanya berdiskusi, berdebat, dan bercengkrama.

Di sudut kota yang kumuh. Pedagang-pedagang kecil berhamburan. Mereka takut bila  melihat petugas sedang melakukan  razia.

 Pada hal ini negara hukum dan demokrasi. Apakah salah masyarakat kecil untuk menyambung hidup dcengan berjualan di tempat keramaian....?


Memang ada perbedaan pola pikir antara pemerintah dan pedagang kecil. Pemerintah berpikir bagaimana kota ini bersih ,indah dan rapi.


Tapi tahukah bapak yang duduk di sana  (eksekutif dan legislatif). Bagi mereka masyarakat kecil seperti ini satu yang mereka pikirkan.


"Bagaimana caranya supaya anak mereka bisa sekolah, keluarga mereka bisa makan..!"





Bersanbung...........









Tidak ada komentar:

Posting Komentar